Download Kitab I’anatut Tholibin
I’anatuth Tholibin merupakan kitab karya Sayyid Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatho ad-Dimyathi as-Syafi’I yang masyhur dengan julukan al-Bakri. Kitab ini adalah salah satu kitab yang sering menjadi rujukan primer bagi mayoritas santri dan pengikut mazhab Syafi’i di Indonesia. Kitab ini merupakan tulisan bermodel hasyiyah, yaitu berbentuk perluasan penjelasan dari tulisan terdahulu yang lebih ringkas. Sesuai namanya, kitab ini diperuntukkan santri yang mengkaji Fath al-Mu’in. Fath al-Mu’in sendiri adalah karya al-Allamah Zainuddin al-Malibari.
Sesungguhnya kitab ini merupakan kitab mashyor, meskipun tergolong kitab yang munculnya akhir kurun yang terkebelakang, yang lebih kurang berusia 130-an tahun. Kitab I’anatuth Tholibin merupakan syarah kitab Fath Al-Mu’in. Kedua kitab ini termasuk kitab-kitab fiqih Syafi’i yang paling banyak dipelajari dan dijadikan pegangan dalam memahami dan memutuskan masalah-masalah hukum. Dalam forum-forum bahtsul-masail (pengkajian masalah-masalah), kitab ini menjadi salah satu kitab yang sangat sering dikutip nash-nashnya. Kemashyoran kitab ini dapat dikatakan merata di kalangan para penganut Madzhab Syafi’i di berbagai belahan dunia Islam.
Latar belakang penulisan kitab ini seperti dituturkan pengarang dalam muqaddimah kitab ini berawal ketika beliau menjadi pengajar kitab syarah Fath al-Mu’in di Masjidil Haram. Selama mengajar itulah beliau menulis catatan pinggir untuk mengurai kedalaman makna kitab Fathul mu’in yang penting diingat dan perlu diketahui sebagai pendekatan dalam memahami. Lalu, sesuai penuturan beliau, beberapa sahabat beliau memintanya untuk mengumpulkan catatan itu dan melengkapinya untuk kemudian dijadikan satu kitab (hasyiyah) yang pada akhirnya bisa lebih bermanfaat untuk kalangan yang lebih luas.
Baca Juga: Download Kitab Al Mizan Kubro
Pada akhir kitab I’anatuth Tholibin ini yakni pada juz. IV disebutkan, selesai ditulis hasyiah ini adalah pada Hari Rabu ba’da Ashar, 27 Jumadil al-Tsani Tahun 1298 H. Kitab ini tergolong fiqh mutaakhkhirin. I’anatuth Tholibin memiliki kelebihan sebagai fiqh mutakhkhirin yang lebih aktual dan kontekstual karena memuat ragam pendapat yang diusung ulama mutaakhkhirin utamanya Imam al-Nawawi, Ibnu Hajar dan banyak lainnya yang tentunya lebih mampu mengakomodir kebutuhan penelaah akan rujukan yang variatif dan efektif. Yang menjadi rujukan dalam mengarang kitab ini adalah kitab-kitab fiqh Syafi’i mutaakhkhirin, yaitu Tuhfah al-Muhtaj, Fath al-Jawad Syarh al-Irsyad, al-Nihayah, Syarh al-Raudh, Syarh al-Manhaj, Hawasyi Ibnu al-Qasim, Hawasyi Syekh ‘Ali Syibran al-Malusi, Hawasyi al-Bujairumy dan lainnya sebagaimana beliau jelaskan dalam muqaddimah kitab ini
Download Kitab I’anatut Tholibin
Kitab I’anatut Tholibin Juz-1
Kitab I’anatut Tholibin Juz-2
Kitab I’anatut Tholibin Juz-3
Kitab I’anatut Tholibin Juz-4
Dalam buku Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, K.H. Sirajuddin Abbas mengatakan bahwa Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha ad-Dimyathi, pengarang kitab I’anatuth Tholibin ini sangat berjasa memberikan pelajaran kepada mukimin-mukimin dari Indonesia, sehingga pada permulaan abad ke-14 H banyak ulama-ulama murid dari beliau yang mengembangkan mazhab Syafi’i di Indonesia, sehingga ajaran itu merata di seluruh kepulauan di Indonesia.
Kitab I`anatuth Tholibin adalah karya besar seorang tokoh ulama terkemuka Makkah abad ke-14 Hijriyyah (abad ke-19 Masehi), Sayyid Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatho ad-Dimyathi as-Syafi’I yang masyhur dengan julukan al-Bakri. Tokoh yang nama sebenarnya Abu Bakar bin Muhammad Zainal Abidin Syatho ini lahir di Makkah tahun 1266 H/1849 M. Ia berasal dari keluarga Syatho, yang terkenal dengan keilmuan dan ketaqwaannya. Namun ia tak sempat mengenal ayahnya, karena saat ia baru berusia tiga bulan, sang ayah, Sayyid Muhammad Zainal Abidin Syatho, berpulang ke rahmatullah. Sayyid Abu Bakar Syatho merupakan seorang ulama’ Syafi’i, mengajar di Masjidil Haram, Makkah al-Mukarramah pada permulaan abad ke XIV.
Sayyid Bakri Syatho meninggal dunia tanggal 13 Dzulhijjah tahun 1310 H/1892 M setelah menyelesaikan ibadah haji. Usianya memang tidak panjang (hanya 44 tahun menurut hitungan Hijriyyah dan kurang dari 43 tahun menurut hitungan Masehi), tetapi penuh manfaat yang sangat dirasakan umat. Jasanya begitu besar, dan peninggalan-peninggalannya, baik karangan-karangan, murid-murid, maupun anak keturunannya, menjadi saksi tak terbantahkan atas kebesarannya. Semoga Allah menempatkannya di surga.
Eksplorasi konten lain dari Ruangku Belajar
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.