SENI BUDAYA LOKAL BERNAFASKAN ISLAM
Manusia Adalah Makhluk Berbudaya
Kelebihan manusia diatas makhluk lain terletak pada kemampuannya dalam menciptakan kebudayaan dan peradabannya. QS At-Tin ayat 4 dijelaskan, bahwa manusia adalah makhluk yang terbaik bentuk ciptaannya (Ahsanu Taqwim), baik dari segi fisik (raga) maupun psikhis (jiwa). Secara kejiwaan, Allah me-lengkapi manusia dengan akal dan nafsu secara seimbang, sehingga muncul dari diri manusia tiga daya atau potensi yang meliputi cipta, rasa dan karsa. Dengan ketiga potensi tersebut, maka manusia mampu melahirkan kebudayaan dan peradabannya, sehingga mengantarkannya menjadi makhluk yang terunggul dan terhormat diatas makhluk Allah lainnya.
Jadi, kelebihan manusia atas makhluk lainnya terletak pada ke-mampuannya dalam menciptakan kebudayaannya sendiri, sehingga paslah jika manusia disebut sebagai makhluk berbudaya. Oleh karena itu, kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan dan peradabannya. Kebudayaan dan peradaban manusia berbeda-beda. Perbedaan ini sangat dipengaruhi antara lain oleh faktor lingkungan hidup dan agama atau kepercayaan yang dianut. Diantara bentuk kreasi-karya manusia dalam bidang ini berupa tradisi-tradisi.
Terjadinya Akulturasi Budaya
Sejak dulu, bangsa Indonesia kaya dengan kreasi budaya (tradisi), baik yang berupa karya seni (seni budaya) maupun upacara adat. Agama Islam masuk ke Indonesaia pada akhir abad ke-7 dan berkembang pesat sejak abad ke-13, atas peran para pedagang muslim dan muballigh dari bangsa arab, gujarat dan persia. Sementara itu, budaya dan tradisi lokal bangsa kita tersebut tetap berjalan seiring dengan budaya dan tradisi Islam. Setidaknya, budaya dan tradisi Islam yang dibawa oleh ketiga bangsa tersebut sedikit banyak turut mewarnai budaya dan tradisi lokal (Nusantara), sehingga terjadinya akulturasi (pembauran) di bidang budaya dan tradisi ini tidak dapat dihindari. Tidak menutup kemungkinan bahwa budaya dan tradisi yang satu mendominasi (menguasai) yang lain, yang pada akhirnya lahirlah budaya dan tradisi baru, yakni budaya dan tradisi Islam Nusantara, atau Budaya dan Tradisi Lokal yang Bernafaskan Islam.
Seni Budaya Lokal Bernafaskan Islam
Yang dimaksud dengan Seni Budaya Lokal yang Bernafaskan Islam ialah segala bentuk kesenian yang berasal dari dan berkembang di daerah-daerah di Indonesia yang dipengaruhi oleh Islam dan memiliki nilai-nilai keislaman. .
Keterkaitan Seni Budaya dengan Islam.
Islam adalah agama yang paling sempurna. Selain mengatur hubungan manusia dengan Alloh swt (Ibadah), Islam juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (Muamalat). Di bidang mu’amalat, Islam mengatur tata kehidupan kaum muslimin dalam berbudaya, baik dalam aspek kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (sosial-politik), berekonomi, berkesenian, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Kesenian identik dengan keindahan. Sebagai pendorong kaum muslimin dalam aspek kehidupan berkesenian adalah Hadis Nabi saw :
اِنَّ اللَّهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
Artinya :”Alloh swt itu Maha Indah. Dia menyukai keindahan“. (HR Muslim).
Orang yang menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya, maka segala aspek kehidupan berbudayanya, tentu akan diwarnai dan dipengaruhi oleh nilai-nilai keislaman yang diyakininya itu. Dengan begitu, seni budaya yang diciptakan kaum muslimin tentu mengandung nilai-nilai keislaman, di samping juga ada nilai-nilai lokal / kedaerahan, karena kehidupan manusia tidak dapat lepas dari pengaruh lingkungan dimana ia hidup.
Berbagai Macam Seni Budaya Lokal yang Bernafaskan Islam
Seni budaya banyak cabang dan macamnya. Diantaranya adalah seni suara, seni musik, seni tari, seni sastra, pertunjukan, seni lukis, seni pahat dan ukir, seni pakaian, seni kaligrafi, seni arsitektur-bangunan, dan lain-lain.
Wayang dan Tembang Mocopat
Asal usul Wayang berasal dari India yang digunakan untuk menceritakan ajaran Hindu yang diambilkan dari kitab Mahabarata. Pada abad -15, seni ini diperbaiki dan dikembangkan dalam bentuk baru oleh Walisongo, terutama Sunan Kalijaga, untuk dijadikan sebagai metode dakwah yang cukup efektif saat itu. Sumbangan Sunan Kalijaga antara lain menambah perangkat debog (batang pisang), keber, blencong atau dian, dan penyusunan cerita-cerita carangan, dan lain-lain.
Cerita-cerita (lakon) wayang yang tadinya diambil dari kitab Mahabarata dan Ramayana, lalu diselipi oleh Sunan Kalijaga dengan nilai-nilai simbolik yang bernafaskan islam. Bahkan diganti dengan cerita atau lakon carangan buatan sendiri. Misalnya lakon Dewa Ruci, Jimat kalimosodo, Petruk dadi Ratu, Semar ambarang Jantur, Mustaka Weni, Pendowo Limo, dan lainnya.
5 orang tokoh dalam lakon Pendowo Lima merupakan simbol Rukun Islam. Tokoh Puntadewa (simbol Syahadat), Wrekudara atau Bima (simbol Shalat), Arjuna (simbol zakat), dan tokoh kembar Nakula-Sadewa (simbol Puasa dan Haji). Lakon wayang Jimat Kalimasada merupakan cerita yang dihubungkan dengan ketauhidan, yakni Kalimat Syahadat. Para “Dewa” dalam dunia wayang tidak dipandang sebagai Dewa setingkat Tuhan, akan tetapi sebagai “manusia istimewa” yang silsilahnya sampai kepada Nabi Adam.
Eksplorasi konten lain dari Ruangku Belajar
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.