Memperkokoh Hubungan Intern Umat Islam (Ukhuwwah Islamiyah).
Setelah membangun Masjid, Rasulullah kemudian memperkokoh persatuan dan kesatuan umat Islam (ukhuwwah Islamiyah) dengan cara memparsaudarakan kaum Muhajirin dan dengan kaum Anshor. Seolah-olah mereka saudara sekandung.
Kaum Muhajirin adalah kaum muslimin penduduk Makkah yang hijrah ke Madinah. Sedangkan kaum Anshor adalah kaum muslimin penduduk asli Madinah yang menyambut kedatangan kaum Muhajirin.
Sambutan kaum Anshor sungguh luar biasa. Mereka rela mengorbankan jiwa, raga dan harta untuk membela agama dan kaum muslimin dari gangguan kafir quraisy. Orang-orang Muhajirin merasa nyaman dan tenteram, meskipun bukan tinggal di rumah sendiri. Mereka melakukan kegiatan dan interaksi dengan penduduk Madinah dan saling menolong sehingga suasana Madinah menjadi indah dan menyenangkan. Hal ini mampu menghilangkan rasa duka kaum Muhajirin, sehingga mereka dapat hidup tenang dan tentram. Ketenangan dan ketentraman ini merupakan modal dasar untuk membina Masyarakat Madani yang bersatu padu dalam rangka mendukung suksesnya dakwah Islamiyah di Madinah dan daerah-daerah sekitarnya.
Mengatur Hubungan Persahabatan Antar Umat Beragama
Masyarakat Madinah saat itu terdiri dari 3 (tiga) golongan:
1) kaum muslimin;
2) kaum yahudi (mayoritas), dan
3) bangsa Arab penyembah berhala dan beragama nasrani (minoritas).
Untuk menciptakan kehidupan masyarakat madani yang bersatu, aman, tentram, damai dan sejehtera, serta bebas dari berbagai gangguan yang datang dari luar dan dari dalam kota Madinah, maka beliau Saw menerapkan langkah strategis yang ketiga, yaitu menjalin hubungan dengan masyarakat non-muslim di Madinah, terutama dengan kaum Yahudi. Mereka diajak berunding merumuskan perjanjian bersama untuk dapat hidup berdampingan secara damai. Perjanjian dan kesepakatan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk “undang-undang” yang lebih dikenal dengan istilah “Piagam Madinah”atau “Konstitusi Madinah“ pada tahun ke-2 hijriyah (623 M).
Diantara pokok-pokok isinya adalah :
1) Seluruh penduduk Madinah harus hidup berdampingan secara damai.
2). Masing-masing penduduk bebas memeluk agamanya dan menjalankan aktifitas agamanya.
3). Jika salah satu pihak diserang dari luar, maka pihak yang lain wajib membantunya.
4). Seluruh penduduk harus saling nasehat-menasehati dan tolong menolong dalam kebaikan untuk kepentingan bersama.
5). Menetapkan Nabi Muhammad sebagai hakim dan pemimpin umum masyarakat Madinah. Jika terjadi perselisihan antara kaum muslimin dan kaum yahudi atau antar anggota masyarakat, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada beliau Saw sebagai pemimpin tertinggi.
Piagam/Konstitusi Madinah merupakan bentuk Proklamasi berdirinya sebuah negara modern, yakni Negara Madinah yang demokratis yang menjamin kebebasan beragama bagi warganya.
Dari uraian diatas dapatlah dipahami, bahwa Muhammad bin Abdullah bukanlah sekedar seorang Nabi dan Rasul utusan Allah atau pemimpin kaum muslimin (pemimpin agama) semata, akan tetapi sekaligus sebagai seorang presiden atau kepala negara (pemimpin politik) dari sebuah negara modern “Madinah” yang demokratis, bukan negara kerajaan (monarkhi).
Dengan program-program cerdas yang dilakukan Nabi Muhammad saw, Madinah menjadi daerah yang sangat maju, baik peradaban maupun kebudayaannya, sehingga terkenallah dengan sebutan al-Madinah al-Munawarah (kota yang bercahaya
Eksplorasi konten lain dari Ruangku Belajar
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.