Al-Khulafa’u ar-Rasyidun, Penerus Perjuangan Nabi

Share Post
Flashdisk Kitab Kuning PDF

ALI  BIN  ABI  THALIB :  Cerdas dan Tegas

Profil Ali bin Abi Thalib

Flashdisk Kitab Kuning PDF

Ali yang memiliki nama asli Haidar (artinya singa), merupakan orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Ia dilahirkan dari pasangan Abu Thalib bin Abdul Muthalib dan Fathimah binti Asad.

Kelahiran Ali banyak memberi hiburan bagi Nabi Muhammad saw, karena beliau tidak memiliki anak laki-laki. Beliau bersama istrinya, Khadijah, mengasuh  Ali  sejak kecil dan dianggapnya seperti anaknya sendiri. Hal ini sekaligus untuk   membalas jasa  Abu  Thalib, yang  telah  mengasuh beliau sejak kecil hingga dewasa. Dengan demikian sejak kecil Ali sudah bersama dengan Nabi Muhammad saw.

Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Rasulullah. Didikan  langsung  Nabi  kepada  Ali  dalam  semua  aspek  ilmu  Islam menggemblengnya menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani, dan sabar. Pada waktu peristiwa hijrahnya Nabi, Ali lah yang disuruh untuk tidur di tempat tidurnya, untuk mengelabui para pemuda kafir Quraisy yang mengepung dan hendak membunuhnya. Setelah hijrah ke Madinah, Ali kemudian diambil menantu oleh Nabi, dinikahkan dengan putri kesayangannya, Fatimah az-Zahrah.

Ali bin Abi Thalib adalah seorang sahabat yang sangat cerdas dan cerdik. Rasulullah saw menjulukinya “Babul ilmi”, artinya pintu gerbang ilmu, didalam sabdanya: “أَنَا مَدِيْنَةُ الْعِلْمِ وَ عَلِيٌّ بَابُهَا”, artinya: Saya adalah kota ilmu dan Ali adalah pintu gerbangnya.
Sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib juga terkenal cerdik dan tegas.  Proses  pergantian  Khalifah  dari Usman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib mengalami hambatan, karena ada kelompok yang setuju  dan  yang  menentang.  Kelompok yang menentangnya melakukan pemberontakan dalam perang Shiffin (pimpinan Gubernur Syam, Mu’awiyah bin Abi Sufyan) dan dalam perang Jamal (pimpinan ‘Aisyah binti Abu Bakar yang didukung sahabat besar Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah). Dalam  situasi  genting  seperti  ini,  Ali bin Abi Thalib tampil dengan tegas menindak dan menundukkan mereka, sehingga semua permasalahan dapat diselesaikannya.

Menjadi Khalifah Keempat dan Kemajuan Yang Dicapainya

Ali menjadi khalifah keempat atas desakan dan dukungan mayoritas umat Islam dan para tokoh sahabat. Mula-mula tawaran jabatan khalifah ia tolak, namun kemudian ia terima dengan berat hati, demi terciptanya stabilitas keamanan & politik dalam negeri. Mayoritas rakyat dan sahabat besar sama membai’at Ali sebagai khalifah, kecuali dari kalangan keluarga Bani Umaiyah dan keluarga Usman, serta sebagian masyarakat, disebabkan karena mereka “merasa takut” akan terulangnya kembali pemerintahan yang adil, disiplin dan bebas dari KKN seperti pada masa pemerintahan Umar bin Khatthab.

Kemajuan-Kemajuan pemerintahan semasa dijabat Ali antara lain :

1). Pembangunan politik

Para pejabat yang diangkat khalifah Usman bin Affan kebanyakan tidak ikhlas mengabdi kepada Islam dan Negara, tetapi sekedar mengejar ambisi dan kemewahan duniawi. Untuk itu sayyidina Ali segera menetapkan dua kebijakan sebagai berikut :

  1. Menghentikan/memecat para pejabat yang tidak cakap dan kurang mampu dalam menjalankan tugas-amanah negara, serta tidak disukai oleh rakyat.
  2. Menarik kembali tanah kas Negara yang dibagi-bagikan kepada pejabat dan keluarga Usman tanpa melalui cara dan prosesdur yang berlaku.

Sayyidina Ali sebenarnya sudah diingatkan dan disarankan oleh para pembesar sahabat seperti Zubair bin Awwam, Thalhah, Mughirah, dll, agar menangguhkan dahulu kedua kebijakannya tersebut sebelum stabilitas keamanan betul-betul pulih. Sedangkan tindakan penting yang perlu segera dilakukan adalah mengusut tuntas orang-orang yang ikut terlibat dalam pembunuhan Usman. Namun saran tersebut tidak diindahkan oleh sayyidina Ali, sehingga timbul “kekacauan” didalam negeri, yang ditandai dengan munculnya pemberontakan/perang saudara dan golongan-golongan dalam masyarakat Islam.

2). Pemberontakan, Perang saudara dan timbulnya golongan-golonganumat Islam:

  1. Perang Jamal (onta) yang dipimpin oleh ummul mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar yang berkendaraan onta, dengan didukung oleh Thalhah dan Zubair. Sayyidina Ali dan tentaranya mampu memadamkannya, dan ‘Aisyah berhasil diselamatkan dan ditawan, lalu dipulangkan ke Madinah dengan segala penghormatan, sementara Thalhah dan Zubair mati terbunuh.
  2. Perang Shiffin. Pemberontakan ini dipimpin oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan (mantan Gubernur Syam yang dipecat Ali).

Penyebab peperangan ini antara lain :

(1) Mu’awiyah menuduh sayyidina Ali bersekongkol dengan para pembunuh Usman;

(2) Sayyidina Ali memecat Mu’awiyah dari jabatan Gubernur Syam;

(3) Mu’awiyah tidak setuju sayyidina Ali menjadi Khalifah pengganti Usman.

Pertempuran hampir saja dimenangkan oleh tentara sayyidina Ali, maka dengan kelicikannya, Mu’awiyah mengajak berdamai dengan landasan mushaf Al-Qur’an.

Menanggapi ajakan damai tersebut, maka timbul dua kelompok didalam kubu sayyidina Ali :

(1) Setuju berdamai, termasuk didalamnya sayyidina Ali;

(2) Tidak setuju berdamai dan perlu meneruskan perang, dengan alasan perang hampir saja dimenangkan dan perdamaian hanya sekedar tipu mulihat Mu’awiyah untuk memperkecil kekalahan.

Akhirnya diputuskan “setuju berdamai”. Maka diadakanlah “perdamaian” yang lebih dikenal dengan sebutan “Majlis Tahkim”,  yang dilaksanakan di desa Daumatul Jandal.  Sementara kelompok tentara Ali yang tidak setuju berdamai, lalu memisahkan diri dan keluar dari barisan Ali untuk menjadi kelompok “oposisi” yang nantinya menjadi musuh pihak sayyidina Ali dan pihak Mu’awiyah. Kelompok oposisi ini lebih dikenal dengan sebutan “Kaum Khawarij”.

Dalam perundingan “Majlis Tahkim” ini, pihak sayyidina Ali diwakili Abu Musa Al-Asy’ari, sedangkan dari pihak Mu’awiyah diwakili oleh ‘Amr bin Ash. Berkat kelihaian ari ‘Amr bin Ash ini, maka perundingan Majlis Tahkim berakhir dengan kegagalan.

Timbulnya golongan umat Islam.

Ada tiga golongan umat Islam yang timbul pada masa pemerintahan sayyidina Ali, yaitu :

(1) Golongan sayyidina Ali;

(2) Golongan Mu’awiyah;

(3) Golongan Khawarij.

Dengan timbulnya 3 golongan ini, maka kebenaran prediksi Nabi Muhammad saw tentang akan munculnya golongan-golongan didalam tubuh umat Islam mulai terwujud, sebagaimana sabdanya:

سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَبٍ وَ سَبْعِيْنَ فِرْقَةً,  النَّاجِيَةُ فِيْهَا وَاحِدٌ  وَالْبَاقُوْنَ هَلْكَى.  قَالَ:  وَمَنْ النَّاجِيَةُ؟    قَالَ النَّبِيُّ : أَهْلُ السُّنَّةِ وَ الْجَمَاعَةِ.  قَالَ:  وَمَنْ أَهْلُ   السُّنَّةِ وَ الْجَمَاعَةِ.  قَالَ:  مَا أَنَا عَلَيْهِ وَ أَصْحَابِيْ.

Artinya: “Ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Yang selamat (masuk surga) hanya satu golongan, sedangkan sisanya (yakni 72 golongan) akan binasa (masuk neraka)”. Para sahabat bertanya: “Siapa satu golongan yang selamat itu?”. Jawaban Nabi : “Ahlussunnah wal Jama’ah”. Sahabat bertanya lagi : “Siapa Ahlussunnah wal Jama’ah itu?”. Djawab oleh Nabi : ”Yaitu golongan yang sesuai dengan apa yang aku pegangi dan para sahabat

Wafat. Umat Islam sudah terlanjur terpecah belah menjadi 3 golongan, dan kaum Khawarij secara sepihak berangan-angan ingin mempersatukan umat Islam. Mereka berkeyakinan bahwa yang menjadi “dalang” perpecahan umat Islam adaalh 3 orang, yaitu : (1) sayyidina Ali,  (2) Mu’awiyah,  (3) ‘Amr bin ‘Ash, maka ketiga orang tersebut harus dibunuh. Kemudian mereka mengirim 3 orang “algojo” untuk membunuh ketiga orang tersebut secara serempak pada waktu dan tanggal yang sama, yaitu waktu subuh tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H/660 M. Ke-3 orang “algojo” tersebut bernama :

1)  Abdurrahman bin Muljam, dikirim ke Kufah, bertugas membunuh sayyidina Ali, yang berhasil dibunuhnya pada saat beliau sedang memanggil (adzan) orang-orang shalat Subuh. Setelah beliau memerintah selama 4 tahun (antara tahun 35 – 40 H / 656 – 660 M)

2) Barak bin Abdullah, dikirim ke Syam, bertugas membunuh Mu’awiyah. Mu’awiyah berhasil ditikam ketika ia sedang mengimami Subuh, namun tidak sampai mati, karena tikaman pedang mengenai pinggulnya.

3)  Amin bin Bakir, dikirim ke Mesir, bertugas membunuh ’Amr bin ‘Ash.  Pada saat itu, ‘Amr bin ‘Ash tidak berangkat ke masjid mengimami shalat Subuh karena sedang sakit perut, sedangkan yang menjadi pengganti imam adalah Kharijah, sehingga Kharija-lah yang menjadi korban pembunuhan, sedanmgkan ‘Amr bin ‘Ash selamat dan masih hidup.

Dengan wafatnya sayyidina Ali, maka berakhirlah era pemerintahan Khulafau ar-Rasyidun yang demokratis, kemudian diganti dengan era pemerintahan Dinasti Bani Umaiyah yang bersifat monarkhi (kerajaan), karena sistim pemilihan khalifah tidak berdasarkan “musyawarah”, tetapi didasarkan pada penetapan putra mahkota dari kalangan saudara dan anak keturunannya.

Komentar